Mengindonesiakan Arsitektur Hijau

Author: Wanodyaning Aqila Ma’rifah Salsabil

Photo by Danist Soh via unsplash.com

Indonesia merupakan negara tropis yang ditumbuhi berbagai macam tumbuhan dan menjadi sebagai green belt dunia menurut WHO (2008). Meski begitu, keadaan di lapangan seringkali tidak sesuai dengan yang diasumsikan oleh WHO. Jumlah vegetasi di Indonesia terus berkurang seiring dengan pembukaan lahan hutan untuk permukiman dan industri. Permukiman dan industri ini tidak hanya mengurangi jumlah vegetasi saja tetapi juga menambah polusi dan carbon footprint. Kebutuhan lahan untuk permukiman dan industri ini tidak dapat dihindari, oleh karena itu, diperlukan solusi untuk membuat kawasan pemukiman dan industri ini menjadi lebih ramah lingkungan dan sesuai dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu solusinya adalah penerapan prinsip arsitektur hijau yang telah disesuaikan dengan kondisi alam dan sosial-budaya Indonesia.

Jika diterjemahkan secara kata, arsitektur merupakan suatu ilmu dan seni rancang bangun (Harris, 1975) dan hijau berarti sesuatu yang ramah lingkungan. Sehingga, dapat diketahui bahwa arsitektur hijau merupakan suatu ilmu seni rancang bangun yang ramah lingkungan. Ahli juga berpendapat bahwa arsitektur hijau atau desain hijau adalah pendekatan bangunan yang meminimalisasi efek negatif pada kesehatan manusia dan lingkungan. Arsitek atau perancang “hijau” berupaya menjaga udara, air, dan bumi dengan memilih bahan bangunan dan bahan bangunan yang ramah lingkungan praktik konstruksi (Roy, 2008). Maksudnya, arsitektur hijau merupakan ilmu bangun yang berupaya untuk membuat lingkungan binaan berupa rumah atau gedung menjadi lebih ramah lingkungan dengan beberapa cara, yaitu: meminimalkan jumlah sumber daya yang dikonsumsi dalam konstruksi, penggunaan dan pengoperasian gedung, serta mengurangi kerusakan yang terjadi pada lingkungan melalui emisi, polusi, dan limbah komponennya.

Pertimbangan Arsitektur Hijau

Menurut USGBC (2002), tujuan tertinggi arsitektur hijau adalah terciptanya suatu lingkungan yang berkelanjutan. Artinya, penggunaan energi tidak hanya dilakukan secara irasional untuk satu bangunan tetapi juga memikirkan generasi masa mendatang. Tujuan tersebut memang sangatlah luas, sehingga diperlukan beberapa penyesuaian dan pertimbangan di setiap tempat. Bangunan hijau melibatkan pertimbangan dengan fokus empat bidang utama, yaitu: pengembangan lokasi, pemilihan dan minimalisasi material, efisiensi energi, dan kualitas udara dalam ruangan (Ragheb, 2015). Secara terinci pertimbangan tersebut adalah sebagai berikut:

  • Mempertimbangkan desain untuk mengurangi dampak pembangunan terhadap lingkungan alam, misalnya orientasi bangunan yang akan mempengaruhi kondisi termal bangunan dan penggunaan energi.
  • Memilih material yang tahan lama, dapat didaur ulang, dan diproduksi secara lokal untuk mengurangi carbon footprint.
  • Membuat desain yang hemat energi dengan memasukkan unsur alam untuk menciptakan lingkungan yang efisien dan nyaman (CBFEE, 1999).
  • Desain kualitas udara yang baik untuk meningkatkan kesehatan dan produktivitas penghuni.
  • Meminimalkan limbah dalam proses konstruksi dan pembongkaran dengan memulihkan bahan dan menggunakan kembali atau mendaur ulang (CGB, 2009)

Prinsip Penerapan Arsitektur Hijau di Indonesia

Contoh Arsitektur Tradisional Indonesia yang Berwawasan Lingkungan
Source: idea.grid,id

Pertimbangan tersebut mempengaruhi prinsip-prinsip dasar arsitektur hijau. Prinsip-prinsip dasar tersebut yaitu: desain tapak yang berkelanjutan; konservasi dan kualitas air; energi dan lingkungan; kualitas ruangan dalam; dan konservasi material dan sumber daya (USGBC, 2002). Prinsip-prinsip inilah yang menjadi pegangan dalam membangun bangunan atau kawasan arsitektur hijau. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Masalah yang dihadapi Indonesia pun terbilang beragam, mulai dari kekeringan sampai banjir, polusi udara, dan urban heat island. Oleh karena itu, penerapan prinsip-prinsip adalah sebagai berikut:

  • Desain tapak yang berkelanjutan
    Berkelanjutan di sini dimaksudkan sebagai keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Secara ekonomi, desain merupakan desain yang murah baik dari material, perawatan, dan pengoperasian bangunan. Di sini, penggunaan bahan-bahan lokal untuk mendapat material yang murah, seperti batu bata, kayu, dan marmer lokal dapat dilakukan. Untuk pengoperasian dan perawatan, dapat disiasati dengan penggunaan material yang dapat meloloskan cahaya dan udara. Untuk keberlanjutan sosial, diperlukan desain yang mengakomodasi kegiatan masyarakat Indonesia yang biasanya senang bersosialisasi dan secara lingkungan dapat menggunakan bahan yang didaur ulang.
  • Konservasi dan kualitas air
    Mengingat Indonesia adalah negara tropis yang memiliki curah hujan tinggi, tentunya jarang mengalami kekeringan. Meski begitu, kenyataaan tidak selalu sama dengan perkiraan. Oleh karena itu, air hujan dan air lainnya harus diperlakukan sebaik-baiknya. Konservasi ini dapat dengan penggunaan air hujan dan penanaman vegetasi penyimpan air di tapak.
  • Energi dan lingkungan
    Maksud dari prinsip ini adalah meminimalisasi penggunaan energi artifisial dan memaksimalisasi energi alami. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat bukaan yang banyak karena Indonesia memiliki kelembaban yang tinggi dan angin yang cukup kuat untuk menghembus dari sisi ke sisi. Penggunan thermal mass untuk menjaga suhu yang nyaman juga dapat digunakan. Penggunaan shading juga cocok diterapkan di Indonesia untuk mengurangi intensitas matahari dan menjaga rumah dari air hujan.
  • Kualitas ruangan dalam
    Kualitas ruangan dalam ini dapat meliputi panas, penghawaan, dan pencahayaaan. Idealnya setiap bagian rumah harus mendapat cahaya matahari langsung untuk membunuh kuman, mendapat aliran udara segar, dan temperatur yang nyaman untuk beraktivitas.
  • Konservasi material dan sumber daya
    Konservasi material dan sumber daya ini dimaksudkan untuk mengutamakan material dan sumber daya yang dapat didaur ulang dan terbaharukan. Bahan-bahan tersebut juga diutamakan dari bahan lokal untuk mengurangi carbon footprint.
Material Bangunan yang Diaplikasikan dalam Arsitektur Hijau

Simpulan

Arsitektur hijau sangatlah mungkin untuk dilaksanakan di Indonesia mengingat prinsip-prinsipnya yang sangat fleksibel dan dapat menyesuaikan tapak. Selain itu, arsitektur tradisional Indonesia juga telah memenuhi beberapa prinsip arsitektur hijau, yaitu konservasi material dan sumber daya dengan menggunakan bahan lokal, energi dan lingkungan serta desain tapak yang berkelanjutan. Hal ini tentunya semakin membuktikan bahwa arsitektur hijau merupakan salah satu solusi pembangunan yang dapat diterapkan di Indonesia.

Referensi

  • CBFEE. (1999). Skylighting and Retail Sales: An Investigation into the Relationship Between Daylighting and Human Performance. The Heschong Mahone Group, on behalf of the California Board for Energy Efficiency Third Party Program.
  • CGB. (2009). Building the GREEN Garden State. New Jersey Municipalities Magazine. Vol. 86, No. 6.
  • Harris, C. (2006). Dictionary Of Architecture & Construction. New York: McGraw-Hill.
  • Ragheb, A., El-Shimy, H. & Ragheb, G. (2016). Green Architecture: A Concept of Sustainability. Procedia. Social and Behavioral Sciences, 216, pp.778–787.
  • Roy Madhumita. (2008). Dept. Of architecture, Jadavpur university, Kolkata, India, Importance of green architecture today.
  • USGBC. (2002). U.S. Green Building Council, Building Momentum: National Trends and Prospects for High-Performance Green Buildings. Prepared for the U.S. Senate Subcommittee on Environmental and Public Works by the U.S. Green Building Council.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.